Inikah jawaban pasti?

Aku punya seorang teman, Wiranto namanya. Laki-laki yang punya banyak mimpi, tidak bisa dibilang puitis tapi juga punya sisi romantis. Dia pernah bertanya “Jika wanita selalu benar, mengapa mereka selalu memilih pria yang salah?”


Sungguh, pertanyaan itu bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Berkali-kali aku mengatakan bahwa “Karena sesungguhnya memang wanita tak selalu benar” tapi yang kita tahu laki-laki maupun wanita diluar sana berpikir bahwa “Wanita selalu benar”. Aku tak kunjung mendapat jawaban untuk sebuah pertanyaan sederhana itu. 


Jika wanita selalu benar, mengapa mereka selalu memilih pria yang salah?


Aku pun menerka-nerka dan mengingat suatu kalimat “wong lanang menang milih, wong wadon menang nolak artinya laki-laki menang memilih, wanita menang menolak. Bahwa laki-laki memiliki kelebihan untuk memilih wanita yang diinginkannya dan wanita memiliki kelebihan untuk menolak laki-laki yang memilihnya.


Entah dari mana kalimat tersebut bermula, entah siapa orang yang mempercayainya, entah apakah benar terbukti adanya. Tapi, dalam hal ini bisa ku katakan ada jawaban yang terselip bahwa wanita yang melampaui kodratnya akan membuat kesalahan. 


Tak hanya itu, kalimat “Sulit mengakui kesalahan bagi mereka yang merasa dirinya begitu hebat” juga dapat menjadi jawaban lain. Wanita sering kali merasa begitu hebat. Hebat menghadapi masalahnya, hebat menutupi dukanya, hebat mempertahankan hubungannya. Padahal, dia hanya mencari-cari pembenar atas pilihannya yang sudah jelas salah. Hanya karena tak cukup berani melepas dan menghadapi yang ada didepannya.


Jika wanita selalu benar, mengapa mereka selalu memilih pria yang salah?

Karena kodratnya mereka tak harus memilih laki-laki untuk bersamanya. Agar tidak mengejar, agar tidak bergantung, agar tidak berharap sebab begitu lembut hatinya untuk kehilangan.

Karena dia terlalu merasa hebat atas semua pengorbanan yang dia perbuat, seakan seluruh semesta bertanggungjawab untuk memberi hasil sebesar usahanya.


Wanita tak selalu benar, dia hanya hafal atas kesalahan-kesalahan yang selalu sama berulang-ulang dihadapinya meski berulang kali mendengar kata “Maafkan kesalahanku ya”. Tapi tak kunjung sadar dan berani menghadapi kesalahannya sendiri.


Mungkin, ini hanya asumsi dan tak akan ada jawaban pasti. 


Comments

Popular Posts