MATAHARI TERBENAM DI KAKI LANGIT

Langit cerah tanpa awan, bunga-bunga seakan tersenyum menyambut hari, angin menyendu-nyendu menyapa dedaunan, jalanan tampak lenggang, petani sudah sejak tadi mengayunkan cangkulnya. Pagi itu berjalan tanpa masalah, Zara bangun kesiangan, saat mentari telah menerobos masuk celah celah kelambu jendela. Dengan wajah masam ia keluar kamar, melihat nasi goreng dan cumi saos padang di meja makan mewurungkan niatnya untuk mengeluh. Ia mengambil piring kosong kemudian melaju lahap. 

"Bangun, goblok! Kita akan miskin jika kamu terus bermalas-malasan!"
Bentakan keras itu langsung menusuk ke telinga dan merusak kenikmatan sarapan pagi yang lama tidak Zara rasakan.

"Aduhh, Zara sedang bermimpi memakan masakan mama, kamu mengganggu mimpiku!" Zara membalas teriakan adik tirinya dengan teriakan.

Melihat Zara terbangun membuat adik tirinya pergi dari ruang tengah tempat Zara tidur. Kursi kayu dengan bantal kempes di ruang tengah sudah cukup membuatnya terlelap menenggelamkan diri dalam mimpi setelah seharian bergulat dengan hari.
Zara, nama lengkapnya Azarajuni Pratama. Dia sudah mandi, membubuhkan sedikit makeup pada wajah cantik campuran jawa dan sundanya, menyisir rambutnya yang hitam gelombang sepinggang menjadi kurcir kuda. Sweater coklat, celana hitam, dan sepatu boots hitam terlihat cocok ia kenakan ditubuhnya yang tinggi semampai. 

''Mana?'' Singkat kata ia membangunkan lamunan adik tirinya yang sedang menatap jauh di teras rumah.

''Kata ayah, jangan pulang larut malam'' Jawab adik tirinya sembari menyerahkan bungkusan makanan dalam kresek besar.

Baru saja Zara keluar dari rumahnya yang berada di pinggir jalan, beberapa ratus meter dari perkebunan apel milik keluarganya. Zara membenarkan letak sweaternya, angin kencang yang menerbangkan daun-daun membuat gadis berusia 24 tahun yang baru saja pindah ke daerah dataran tinggi Kota Batu itu kedinginan. Dia masih berusaha menyesuaikan diri, meskipun dulu ia dibesarkan disini.

''Mbak Zara'' Pak Amin, pekerja pertanian apel ayahnya menyapa.

''Pak Amin, ini untuk makan siang'' Sambil tersenyum Zara memberikan kresek yang dari tadi ia tenteng.

Pak Amin menerima dan mengucapkan terimakasih, disaat yg sama Zara segera pamit.
Ini bukan pagi yang menyenangkan untuk Zara, disaat sebagian besar orang sedang menikmati liburan akhir tahun, disaat teman-teman kerjanya berlibur ke Jogja, ia terjebak di rumah perkebunan milik keluarganya. Ayahnya mendadak pulang dari Jakarta 2 hari lalu, mengajaknya berlibur ke Kota Batu tempat perkebunan apel Keluarga Pratama dirawat sejak benih pertamanya.

Perjalanan menuju perkebunan apel itu tidak terasa menyenangkan begitupun saat berada disana, rasanya hanya menyelami luka lama. Selang beberapa waktu Zara berjalan, setiba di rumah ia langsung mengambil kotak makanan dan kunci mobil kemudian melaju tanpa berpamitan pada Sheren, adik tirinya. Menyetir santai dijalanan mulus dengan pemandangan perkebunan dan latar belakang pegunungan. Selalu berhasil membuat moodnya menjadi baik dan menenangkan hatinya yang bimbang.

Comments

Popular Posts