Menyelami luka lama: Zandi III

Kelanjutan Cerita Menyelami Luka Lama: Zandi II

“Sombong sekali, tidak mau masuk ke rumah”

Kalimat itu masih terngiang ditelinga Zara, ia bingung bagaimana cara melupakannya, tapi ia lebih bingung lagi tentang bagaimana jika akan bertemu kembali.
Siang itu sepulang sekolah, Zara pergi ke rumah Zandi hanya sekedar untuk mengambil barang, sebuah paket yang akan dikirim Zandi pada kakaknya di Jakarta.

“Hanya sebentar, kamu tidak perlu masuk kalau tidak mau. Sepertinya juga dirumah hanya ada pembantuku. Mama sedang menjemput papa ke bandara.”

Mendengar itu Zara menunggu di depan gerbang rumah Zandi, kunci motor sengaja tidak Zandi bawa, ia memang hanya akan mengambil barang, tidak lebih. Beberapa saat setelah Zandi masuk, Zara masih asik memakan donat yang ia beli di kantin sekolah. Hingga seseorang datang dari arah rumah, ia mengira itu adalah Zandi. Namun, seorang laki-laki paruh baya, bertubuh besar dan tinggi yang menghampirinya. Sontak Zara terkejut, belum sempat Zara menyapa kalimat itu keluar dari mulut beliau. Sungguh saat itu rasanya tidak karuan, itu adalah saat pertama Zara bertemu papa Zandi.

“Mati aku. Sudah tamat”

“Tenang-tenang, mungkin papanya tidak bermaksud seperti seburuk yang kamu kira” Visa mencoba menenangkan Zara

“Tidak, pasti sekarang ia membenciku”

“Tidak, itu tidak akan terjadi. Apa kamu sudah cerita pada Zandi?” Ratna, salah satu sahabat Zara juga ikut menenangkan

“Sepertinya akan lebih baik aku tidak bercerita”

Tidak seperti yang ada dalam pikiran Zara, semua berjalan baik. Saat pertamakali Zara bertemu keluarga besar Zandi malah menjadi gerbang awal kedekatan mereka. Hingga saat pertamakali Zandi dan Zara foto berdua, setelah delapan bulan mereka berpacaran, saat pernikahan saudara Zandi. Sejak itu Zara sering bermain ke rumah Zandi, membantu mamanya memasak, mengantar pesanan kue, bahkan keluarga Zandi mengajaknya liburan ke Bali.

Semua berjalan manis, hari demi hari mereka lalui seakan semakin pasti. Sering ada batu loncatan, jalan yang berliku, tapi seiring bertambahnya usia meski kadang ingin hati menyelesaikan masalah malah menambah masalah baru, mereka bisa melaluinya. Tahun pertama berjalan lancer, begitupun tahun kedua, hingga menginjak tahun ke tiga dipenghujung masa-masa SMA.
•••
Pertengahan bulan maret menjadi bulan-bulan yang menegangkan bagi setiap murid kelas 12, kata orang setelah ini mereka akan melihat dunia yang sesungguhnya, bersiap nantinya akan berperang. Ujian, tes, pelajaran tambahan, bimbingan konseling, dan juga siraman rohani menjadi makanan rutin Zara.

“Sudah berapa lama semua ini Zan?” Zara melemparkan hp Zandi tepat di meja dimana Zandi sedang menata legonya, air mata dimatanya telah mengering, tapi bekas sembab itu masih nyata.

“Astaga Zara, butuh berhari-hari untuk menata semua lego ini kembali ke posisi semua. Kamu ini kenapa? seperti kesetanan.” Zandi tidak menjawab pertanyaan Zara

“Aku mempercayakan semuanya padamu Zan, tidak pernah sebiji jagungpun aku ada rasa curiga padamu!”

“Apa yang kamu bicarakan Zar? Duduklah” Zandi tetap tenang

“Aku siap meninggalkan Zara untuk Leli, kamu tidak asing dengan kalimat itu Zan?” Zara kembali membentak, “Zara sudah tidak berarti apa-apa untukku, apa yang mau kamu jelaskan untuk semua itu?”

“Aku dan Leli hanya berteman, Zar” Zandi berusaha tetap tenang

“Teman macam apa yang membuatmu siap meninggalkanku? Teman macam apa yang membuatmu berkata aku sudah tidak berarti apa-apa?” Amarah Zara tidak terbendung

Zandi hanya terdiam tak mengucap kata untuk membalas Zara. Selang beberapa waktu, Zara meninggalkan rumah Zandi. Naik angkot untuk berangkat ke sekolah, ada ujian siang hari nanti.

Udara siang itu terasa mencekik leher Zara, kembali lagi terulang masalah yang menghantui hubungan Zara dan Zandi tujuh bulan terakhir. Dia adalah Leli, teman Zandi mulai SMP, berada disekolah SMA yang berbeda tidak mengurai kedekatan mereka terutama dalam urusan lego dan konser. Seringkali Zandi meminta ijin kepada Zara untuk keluar berdua dengan Leli. Itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan bagi Zara, mereka bersahabat dan tidak lebih. Zara percaya.

Tujuh bulan lalu, teman-teman sekelas Zara sedang merayakan ulang tahun salah satu teman kelasnya , Arjuna. Disaat yang sama, Zara mengetahui bahwa Zandi punya hubungan lebih dengan Leli. Saat itu, Zara yang sudah pernah diselingkuhi berkali-kali menghadapinya dengan tenang. Mereka membicarakan itu baik-baik. Zandi memilih Zara dan akan meninggalkan Leli, ia hanya butuh waktu, Zara tidak menyangka jika itu sampai tujuh bulan lamanya.

“Kamu tidak apa Zara? Tanya Visa sambil menyodorkan sebotol minuman dingin untuk Zara

“Aku tidak percaya dia melakukan ini, lagi.”

“Mungkin dia hanya sedang lelah, bingung, dan mungkin bosan. Kalian sedang berada dalam masalah bertubi-tubi akhir-akhir ini”

“Itu tidak berarti dia harus kembali mengulang kesalahannya” Zara membuka tutup botol, hatinya mungkin kalut, tapi dia bisa bersikap tenang, dia tau ini sekolah.

“Aku tau persis perjuangannya mendapatkanmu kembali saat itu Zar”

“Aku juga tau persis, dimana dia bilang mau kembali dan tak lagi mengulangi. Aku sampai merelakan Arjuna pergi saat itu Sa. Kedua kalinya aku merelakan Arjuna pergi” Zara menatap Visa dengan tegas

“Kamu sedih karna Zandi melakukan ini padamu atau karena perpisahanmu dengan Arjuna karena pilihanmu salah?”

Zara diam, kali ini dia tidak bisa menjawab

“Mungkin memang ini yang terbaik untuk kamu Zar, sendiri” Visa kembali menenangkan Zara

“Aku akan mempertahankan pilihanku Sa, aku tidak akan menyerah. Aku memilih bertahan, itu yang akan aku lakukan.” Zara mantap dengan kalimatnya

“Aku hanya bisa mendukung pilihanmu Zar. Ketahuilah, memang hakmu memilih bertahan, tapi bukan hakmu memaksa dia melakukan yang sama.”
•••
Lebih dari satu bulan berlalu, sampailah pada saat kelulusan. Wisuda sekolah menjadi saat yang ditunggu-tunggu siswa kelas 12 saat itu menjadi saat-saat terakhir masa-masa SMA.

“Merah atau pink” Zara bersemangat menyebut warna pilihannya

“Sepertinya aku tidak bisa, kelasku sudah membuat janji untuk memakai kebaya berwarna kuning”

“Sedih Zara. Padahal akan lucu sekali di album foto jika kita bertiga memakai kebaya dengan warna senada” Zara melipat mukanya

“Kita masih bisa memakai kebaya dengan warna sama di pernikahanmu nanti” Visa mencoba menggoda Zara

“Masih lama, aku belum terpikir menikah! Oiya Sa, apa kamu tau antara Zandi dan Ratna? Pesan-pesannya tidak biasa, aku juga beberapakali bertemu Zandi di rumahnya, ia seperti pencuri yang ketahuan saat aku tiba-tiba datang”

“Mereka memang terlihat dekat akhir-akhir ini, curhat. Dia sahabatmu, mungkin itu juga yang membuat Zandi yakin ia berbicara dengan orang yang tepat, yang mengertimu” Visa menjawab dengan tenang

Comments

Popular Posts