MENGERING

Kelanjutan Cerita Dua Ratus Enam Belas Hari Setelah Kepergianmu

 

“ra tolong itu dibungkus ya”

“iya budhe, ini seserahan buat siapa sih kok banyak sekali?”

“loh kamu ini gimanasih, ya buat mempelai wanita ta nduk”

“mempelai wanita?”

“inggih, dika itu kan besok lamaran”

Kalimat budhe ratih memecah riuh tawa di ruang tamu rumah dika. Sore itu clara dijemput dika untuk membantu dirumahnya, kata dika ada hajatan. Memang sudah hal biasa bagi clara membantu keluarga dika jika ada hajatan atau acara lain. Mereka sudah berteman sejak clara magang di kantor dika enam tahun lalu.

“mbak clara ini memang gak peka” terdengar suara prasetya yang sedang kesulitan memasang lampu persis diatas clara

Hampir semua orang di ruang tamu tertawa mendengar prasetya mengeluh pada clara, memecah pandangan clara yang kosong

“eh maaf maaf” sambil merapikan barang yang sedang dibungkus, clara bergeser

Sambil menyelesaikan tugasnya membungkus beberapa seserahan yang tersisa, clara menahan dadanya yang sesak, dia bingung apa yang dia rasakan, dan kenapa hal itu terjadi.

“ra kalau sudah, tolong kupaskan bawang merah ya”

“inggih bu”

Tanpa banyak bicara, usai menyelesaikan bungkusan seserahan clara mengambil sewadah penuh bawang merah, pisau, dan baskom bersih. Lalu berjalan keluar pintu belakang, dia berniat menyelesaikan tugas itu sambil duduk di halaman belakang yang cukup sunyi.

“heh clara, kenapa nangis?”

“mas dika ngagetin aja, enggak ini loh bawang merahnya pedes banget”

“oalah kirain nangis gara-gara tadi diketawain orang-orang di ruang tamu” sambil tertawa kecil, dika meledek clara

“enggak lah, masa gitu aja nangis. Cuma gara-gara dipanggil mas prasetya gak denger”

“kamu kira orang-orang ketawa gara-gara pras bilang kamu gak peka karena gak geser-geser?”

“iyalah, mau apa lagi”

“clara clara, kamu ini bener-bener gak peka ya” dika meledek clara, sambil menepuk-nepuk pelan kepala clara, diapun tertawa lepas

“emang kenapa?”

“nih ya adekku, mas kasih tau. Prasetya itu sudah lama suka sama kamu”

“mas prasetya suka sama aku?”

“iya, bocil. Dasar gak peka” dika masih tertawa lepas, sedangkan clara terdiam untuk beberapa saat

“mas dika juga gak peka”

“heh kok aku, aku gak peka apa?”

“mas dika gak peka, kalau clara suka sama mas dika”

Dika yang tadinya tertawa lepas terdiam, sambil merapikan bajunya yang baik-baik saja, dia menatap clara lamat-lamat tanpa seucap kata

“sudah lama mas, clara suka sama mas dika, tapi tiba-tiba malah tadi clara dengar dari budhe kalau mas besok lamaran”

“ra..” suara dika lirih terbata-bata hampir tak terdengar

“gak papa mas dika, clara gak akan gagalkan lamaran bahkan pernikahan mas dika kok. Clara sudah seneng jadi adeknya mas dika, hampir enam tahun clara suka sama mas dika dan baik-baik aja seperti ini. Enggak masalah, clara gak pernah sedih kalau liat mas dika seneng. Maaf ya mas, diwaktu kaya gini malah clara bilang begini, clara cuma takut kalau selamanya gak akan pernah bilang”

“dikaa, dik..” dari dalam rumah, suara ibu memanggil dika

“mempelai wanitanya siapa mas?”

“andini”

“yasudah, itu mas masuk dulu ibu manggil” clara tersenyum tipis, lalu melanjutkan mengupas bawang. Sempat terhenti sejenak dan menatap clara, dika terhenti ketika suara ibu memanggil untuk kedua kalinya

“mas masuk dulu ra”

Tanpa menjawab, clara hanya mengangguk pelan sambil menyelesaikan mengupas bawang.

Andini adalah teman dika yang ditemui dua bulan lalu, seorang penulis yang menjadi klien di kantor dika. Clara sungguh tidak menyangka bahwa besok dia menjadi seseorang yang akan dilamar dika untuk menjadi pendamping hidupnya.

 “ra, kata ibu kalau bawangnya sudah selesai dikupas disuruh bawa masuk” prasetya menghampiri clara yang sejak tadi duduk termenung meski tugasnya sudah selesai

“mas pras, beneran suka sama clara?”

Prasetya mengangguk mantap

“terimakasih ya mas” sambil membawa bawang merah yang sudah dikupas bersih, clara berjalan meninggalkan prasetya

“ra selamat ya, waduh udah mau nikah aja kamu” mbak ajeng memeluk clara dengan penuh semangat, baru saja dia tiba dengan mas rahmat, mereka teman kantor dika.

“mas dika nikahnya bukan sama clara mbak” sambil tersenyum clara menerima pelukan ajeng

“heh kok.. lah terus sama siapa?”

“mbak andini”

“loh kok andini, kok bisa sih, bukannya kamu, waduh gawat ini kadoku ucapannya selamat buat dika dan clara, sek bentar-bentar”

Mas rahmat yang tadinya senyum-senyum sambil liat sekitar terkejut. Raut muka dua rekan dika ini berubah

“heh adekku, ayo ke depan udah mau berangkat ini. Udah enggak mau ta nemenin mas?”

“sek to, masih masang sepatu ini loh susah soalnya pake rok gini aku”

“kalau kesusahan itu ya bilang” sambil memasangkan sepatu heels berwarna cream ke kaki clara, mas dika tersenyum layaknya memberi perhatian pada keluarganya sendiri

“mas dik, clara sendiri aja udah. Gak enak kalau dilihat orang”

“ra.. ra.. orang rumah itu udah ratusan kali liat aku masang sepatu kamu”

“yakan sekarang beda mas”

“kemarin, hari ini, besok, sampe kapanpun, clara itu ya adeknya dika. Gak ada beda beda begitu itu”

“mas, kamu itu sana loh duduknya sama ibu sama bapak. Kok bisa-bisanya duduk disini”

“malu aku dek, duduk sini aja yo aku?”

“mas mas, kamu itu lamaran hari ini, gimanasih? Itu loh wes ada keluarga mempelai wanita”

“aku tenangan disini ra”

“mas, cepet!”

“iyawes iyawes”

Lamaran tersebut berlangsung khitmat, singkat, padat. Hanya terdapat beberapa keluarga dan rekan dekat yang menjadi saksi. Hari ini, dika resmi melamar andini.

“makasih ya nduk udah bantu-bantu disini dari kemarin. Salam buat mama, kemarin waktu ibu pamitin kamu buat nginep sini cuma ada ayah, ibu gak sempat ketemu mama. Pras tolong itu clara diantar pulang”

“pras kan lagi nganter budhe ratih bu, dika aja yang anter. Ayo nduk”

“iya mas. Bu, clara pulang nggih. Assalamualaikum”

“waalaikumsalam”

“ra, ayo makan bakso” ajak dika yang sedang menghidupkan motor

“kenyang clara mas, masakan di rumah calon istrimu tadi enak-enak”

“aku tau ya kamu gak makan tadi, gak boleh bohong”

“clara makan kok, disuapin mbak ajeng. Clara mau pulang aja mas”

“iyaudah kalau gitu”

 

Beberapa minggu setelah itu, dika resmi menikah dengan andini. Mereka melaksanakan akad nikah dan resepsi sederhana, keluarga dan rekan dekat dari kedua mempelai hadir. Clara menjadi pembawa kembang mayang, pernikahan itu dilaksanakan dengan menggunakan tradisi jawa.

 

Garis waktu terus merangkak maju, kenangan itu ternyata sudah mengering di ingatan. 236 hari telah berlalu.

 

Semua terasa semakin menguras energi, ketika waktu bersinggungan dengan ekspektasi, saat cerita berharap dapat berakhir dengan cara yang berbeda.

“bukan hanya tak harus memiliki, cinta juga tak berarti menguasai ra. Cinta juga tak berkewajiban untuk menghapus masa lalumu, melangkahlah”

 

Hari ini ternyata aku masih berbicara tentang kemarin

Tentang tempat yang tak pernah membuatku merasa sepi

Meski sendiri aku lebih sering menghabiskan hari

 

Ternyata tak ada kata yang cukup, untuk membuat aku dan kamu menjadi kita.


Comments

Popular Posts